FILSAFAT PATRISTIK DAN SKOLASTIK

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Filsafat yang
Diampu Oleh
Drs Muhammad Rifa’i M.A
Oleh :
LALU NABIL UZDY MUBAROK
NIM. 16520019
WAHYU DWI UTAMI
NIM. 16520020
PROGRAM STUDI AGAMA AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2016
A.
LATAR
BELAKANG MASALAH
Filsafat mempunyai aspek yang cukup banyak namun disini kami hanya
mengambil dua aspek dari filsafat yakni filsafat Patristik dan Skolastik, yang
menurut kami cukup penting untuk di bahas terlebih dahulu sebelum jauh membahas
tentang filsafat kedepan.
Filsafat Patristik membahas tentang pemikiran dari pemimpin gereja
yang dipilih oleh ahli pikir, mereka ada yang menolak filsafat dan ada yang
menerimanya.
Filsafat Skolastik adalah suatu aliran yang berkaitan dengan
sekolah, dan merupakan corak khas dari sejarah filsafat abad pertengahan.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa
itu Filsafat Patristik. ?
2.
Siapa
saja para pemikir Kristiani pada masa Patristik. ?
3.
Apa
saja hasil dari pemikiran para tokoh Kristiani pada masa Patristik. ?
4.
Apa
itu Filsafat Skolastik. ?
5.
Terbagi
menjadi berapa periode pada masa Skolastik. ?
C.
PEMBAHASAN
1.
MASA
PATRISTIK
Nama “Patristik” berasal dari kata
Latin “patres” yang menunjuk kepada Bapa-bapa Gereja, berarti pujangga-pujangga
kristen dalam abad pertama tarikh Masehi yang meletakkan dasar intelektual
untuk agama kristen. Mereka merintis jalan dalam memperkembangkan teologi
kristiani. Secara kronologis mereka masih termasuk masa kuno, tetapi dari sudut
perkembangan sejarah filsafat sebaiknya mereka dipandang sebagai masa peralihan
menuju pemikiran Abad Pertengahan. Dalam memikirkan iman kristiani, mau tidak
mau mereka juga bertemu dengan pikiran-pikiran filosofis yang beredar dalam
masyarakat pada waktu itu. Dalam hal ini kita dapat menyaksikan dua pendirian
yang berlain-lainan. Ada pemikir-pemikirkristiani yang menolak filsafat Yunani
bersama dengan seluruh kebudayaan kafir. Menurut pendapat mereka, sesudah
manusia berkenalan dengan Wahyu Ilahi yang tampak dalam diri Yesus Kristus,
filsafat sebagai kecerdikan manusiawi belaka merupakan sesuatu yang
berkelebihan saja, bahkan suatu bahaya yang mengancam kemurnian iman kristiani.
Seseorang yang sudah jelas menganut pendirian ini adalah Tertullianus
(160-222). Tetapi ada pemikir-pemikir kristiani yang lain yang mengusahakan
suatu keselarasan antara agama kristen dengan filsafat Yunani, bahkan ada yang
menganggap filsafat Yunani sebagai suatu persiapan yang menuju ke Injil
(“praeparatio evangelica”).[1]
Para pembela iman Kristen tersebut
adalah Justinus Martir, Irenaeus, Klemens, Origenes, Gregorius Nissa,
Tertullianus, Diosios Arepagos, Au-relius Augustinus.
1.
Justinus
Martir
Nama aslinya Justinus, kemudian nama Martir dari istilah
“orang-orang yang rela mati hanya untuk kepercayaannya”.
Menurut pendapatnya, agama Kristen bukan agama baru karena Kristen
lebih tua dari filsafat Yunani, dan Nabi Musa dianggap sebagai awal kedatangan
Kristen. Padahal Musa hidup sebelum Socrates dan Plato. Socrates dan Plato
sendiri sebenarnya telah menurunkan hikmahnya dengan memakai hikmah Musa.
Selanjutnya dikatakan bahwa filsafat Yunani itu mengambil dari kitab Yahudi.
Pandangan ini didasarkan bahwa Kristus adalah logos. Dalam mengembangkan aspek
logosnya ini, orang-orang Yunani (Socrates dan Plato, dan lain-lain) kurang
memahami apa yang terkandung dan memancar dari logosnya, yaitu pencerahan
sehingga orang-orang Yunani dapat dikatakan menyimpang dari ajaran murni. Karena
orang-orang Yunani terpengaruh oleh demon atau setan. Demon atau setan tersebut
dapat mengubah pengetahuan yang benar kemudian dipalsukan. Demikian pembelaan
Justinus Martir.
2.
Klemens
(150-222)
Ia juga termasuk pembela Kristen, tetapi ia tidak membeci filsafat
Yunani. Pokok-pokok pikirannya adalah sebagai berikut :
·
Memberikan
batasan-batasan terhadap ajaran kristen untuk mempertahankan diri dari otoritas
filsafat Yunani
·
Memerangi
ajaran yang anti terhadap Kristen dengan menggunakan filsafat Yunani
·
Bagi
orang Kristen, filsafat dapat dipakai untuk membela ajaran Kristen dan
memikirkan secara mendalam.
3.
Tertullianus
(160-222)
Ia dilahirkan bukan dari keluarga Kristen, tetapi setelah
melaksanakan pertobatan ia menjadi gigih membela Kristen secara fanatik dianggap
sesuatu yang tidak perlu. Baginya, berpendapat bahwa wahyu Tuhan sudahlah
cukup. Tidak ada hubungan antar teologi dengan filsafat, tidak ada hubungan
antara, Yerussalem (pusat agama) dengan Yunani (pusat Filsafat), tidak ada
antara Kristen dengan penemuan baru.
Selanjutnya ia mengatakan bahwa dibanding dengan cahaya Kristen,
segala yang dikatakan oleh para filosof Yunani tentang kebenaran pada
hakikatnya sebagai kutipan dari kitab Suci. Akan tetapi karena kebodohan para
filosof, kebenaran kitab suci tersebut dipalsukan.
Akan tetapi lama-kelamaan, ia akhirnya menerima juga filsafat
Yunani sebagai cara berpikir yang rasional. Alasannya, bagaimanapun juga
berpikir secara rasional sangat diperlukan sekali. Pada saat itu, karena
pemikiran filsafat yang diharapkan tidak dibakukan, saat itu filsafat hanya
mengajarkan pemikiran-pemikiran ahli pikir Yunani saja, sehingga akhirnya ia
melihat filsafat hanya dimensi praktisnya saja, dan ia menerima filsafat
sebagai cara atau metode berpikir untuk memikirkan kebenaran keberadaan Tuhan
beserta sifat-sifatNya.
4.
Augustinus
(354-430)
Sejak mudanya, ia telah mempelajari bermacam-macam aliran filsafat,
antara lain Platonisme dan Skeptisisme. Ia telah diakui keberhasilannya dalam
membentuk filsafat Kristen yang berpengaruh besar dalam filsafat pada abad
pertengahan sehingga ia sebagai guru skolastik yang sejati. Ia seorang tokoh
besar di bidang teologi dan filsafat.
Setelah memperlajari alirn Skeptisisme, ia kemudian tidak
menyetujui atau menyukainya, karena di dalamnya terdapat pertentangan batiniah.
Orang apat meragukan segalanya, tetapi orang tidak dapat meragukan bahwa ia
ragu-ragu sebenarnya ia berpikir dan seseorang yang berpikir sesungguhnya ia
berada (eksis).
Menurut pendapatnya, daya pemikiran manusia ada batasnya, tetapi
pikiran manusia dapat mencapai kebenaran dan kepastian yang tidak ada batasnya,
yang bersifat kekal dan abadi. Artinya, akal pikiran manusia dapat berhubungan
dengan sesuatu kenyataan yang lebih tinggi.
Akhirnya, ajaran Augustinus berhasil menguasai sepuluh abad, dan
mempengaruhi pemikiran Eropa. Perlu diperhatikan bahwa para pemikir Patristik
itu sebagai pelopor pemikiran skolastik.
A.
MASA
SKOLASTIK
Istilah skolastik adalah kata sifat yang
berasal dari kata school., yang berarti sekolah. Jadi, skolastik berarti
aliran atau yang berkaitan dengan sekolah. Perkataan skolastik merupakan corak
khas dari sejarah filsafat abad pertengahan.
Terdapat
beberapa pengertian dari corak khas skolastik, sebagai berikut :
a.
Filsafat
Skolastik adalah filsafat yang mempunyai corak semata-mata agama. Skolastik ini
sebagai bagian dari kebudayaan abad pertengahan yang religius.
b.
Filsafat
Skolastik adalah filsafat yang mengabdi pada teologi atau filsafat yang
rasional memecahkan persoalan-persoalan mengenai berpikir, sifat ada,
kejasmanian, kerohanian, baik buruk. Dari rumusan tersebut kemudian muncul
istilah skolastik yahudi, skolastik Arab dan lain-lainnya
c.
Filsafat
Skolastik adalah suatu sistem filsafat yang termasuk jajaran pengetahuan alam
kodrat, akan dimasukkan ke dalam bentuk sintetis yang lebih tinggi antara
kepercayaan dan akal
d.
Filsafat
Skolastik adalah filsafat Nasrani karena banyak dipengaruhi oleh ajaran gereja.
Filsafat
Skolastik ini dapat berkembang dan tumbuh karena beberapa faktor :
Faktor Religius
Faktor religius
dapat mempengaruhi corak pemikiran filsafatnya. Yang dimaksud dengan faktor
religius adalah keadaan lingkungan saat itu yang berkehidupan religius. Mereka
beranggapan bahwa hidup di dunia ini suatu perjalanan ke tanah suci Yerussalem,
dunia ini bagaikan negeri asing dan sebagai tempat pembuangan limbah air mata
saja (tempat kesedihan). Sebagai dunia yang
menjadi tanah airnya adalah surga. Manusia tidak dapat sampai ke tanah
airnya (surga) dengan kemampuannya sendiri, sehingga harus ditolong. Karena
manusia itu menurut sifat kodratnya mempunyai cela atau kelemahan yang
dilakukan (diwariskan) oleh Adam, mereka juga berkeyakinan bahwa Isa anak Tuhan
berperan sebagai pembebas dan pemberi bahagia. Ia akan memberi pengampunan
sekaligus menolongnya. Maka, hanya dengan jalan pengampunan inilah manusia
dapat mencapai tanah airmya (surga). Anggapan dan keyakinan inilah yang
dijadikan dasar pemikiran filsafatnya.
Faktor Ilmu
Pengetahuan
Pada saat itu
telah banyak didirikan lembaga pengajaran yang diupayakan oleh biara-biara,
gereja, ataupun dari keluarga istana. Kepustakaannya diambilkan dari para
penulis Latin, Arab (Islam), dan Yunani.
Masa Skolastik
terbagi menjadi tiga periode, yaitu :
1.
Skolastik
Awal, berlangsung dari tahun 800-1200
2.
Skolastik
Punck, berlangsung dari tahun 1200-1300
3.
Skolastik
Akhir, berlangsung dari tahun 1300-1450
1.
SKOLASTIK
AWAL
Sejak abad ke-5
hingga ke-8 Masehi, pemikiran filsafat Patristik mulai merosot, terlebih lagi
pada abad ke-6 dan ke-7 dikatakan abad kacau. Hal ini disebabkan pada saat itu
terjadi serangan terhadap Romawi sehingga kerajaan Romawi beserta peradabannya
ikut runtuh yang telah dibangun setelah berabad-abad.
Baru pada abad
ke-8 Masehi, kekuasaan berada di bawah Karel Agung (742-814) dapat memberikan
suasana ketenangan dalam bidang politik, kebudayaan dan ilmu pengetahuan,
termasuk kehidupan manusia serta pemikiran filsafat yang semuanya menampakkan
mulai adanya kebangkitan. Kebangkitan inilah yang merupakan kemerlangan abad
pertengahan, di mana arah pemikirannya berbeda sekali dengan sebelumnya.
Saat ini
merupakan zaman baru bagi bangsa Eropa. Hal ini ditandai dengan skolastik yang
di dalamnya banyak diupayakan pengembangan ilmu pengetahuan di sekolah-sekolah.
Pada mulanya skolastik ini timbul pertama kalinya di biara Italia Selatan dan
akhirnya sampai berpengaruh ke Jerman dan Belanda.
Kurikulum
pengajarannya meliputi studi duniawi atau artes liberales,meliputi tata bahasa,
retorika, dialektika (seni berdiskusi), ilmu hitung, ilmu ukur, ilmu
pertimbangan, dan musik.
Di antara
tokoh-tokohnya adalah Aquinas (735-805), Johannes Scotes Eriugena (815-870),
Peter Lombard (1100-1160), John Salisbury (1115-1180), Peter Abaelardus
(1079-1180).
Peter Abaelardus (1079-1180)
Ia dilahirkan
di Le Pallet, Perancis. Ia mempunyai kepribadian yang keras dan pandangannya
sangat tajam sehingga sering kali bertengkar dengan para ahli pikir dan pejabat
gereja. Ia termasuk orang konseptualisme dan sarjan terkenal dalam sastra
romantik, sekaligus sebagai rasionalistik, artinya peranan akal dapat
menundukkan kekuatan iman. Iman harus mau didahului akal. Yang harus dipercaya
adalah apa yang telah disetujui atau telah diterima oleh akal.
Berbeda dengan
Anselmus yang mengatakan bahwa berpikir harus sejalan dengan iman, Abaelardus
memberikan alasan bahwa berpikir itu berada di luar iman (di luar kepercayaan).
Karena itu berp]ikir merupakan sesuatu yang berdiri sendiri. Hal ini sesuai
dengan dialektika yang tanpa ragu-ragu ditunjukkan dalam teologi, yaitu bahwa
teologi harus memberikan tempat bagi semua bukti-bukti. Dengan demikian, dalam
teologi itu iman hampir kehilangan tempat. Ia mencontohkan, seperti ajaran
Trinitas juga berdasarkan pada bukti-bukti, termasuk bukti dalam wahyu Tuhan.
2.
SKOLASTIK
PUNCAK
Masa ini
merupakan kejayaan skolastik yang berlangsung dari tahun 1200-1300 dan masa ini
juga disebut masa berbunga. Masa itu ditandai dengan munculnya
universitas-universitas dan ordo-ordo, yang secara bersama-bersama ikut
menyelenggarakan atau memajukan ilmu pengetahuan, di samping juga peranan
universitas sebagai sumber atau pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
Berikut ini
beberapa faktor mengapa masa skolastik mencapai pada puncaknya :
a.
Adanya
pengaruh dari Aristoteles, Ibnu Rusyd Ibnu Sina sejak abad ke-12 sehingga
sampai abad ke-13telah tumbuh menjadi ilmu pengetahuan yang luas.
b.
Tahun
1200 didrikan Universitas Almamater di Perancis.universitas ini merupakan
gabungan dari beberapa sekolah. Alamameter inilah sebagai awal (embrio)
berdirinya Universitas di Paris, di Oxford, di Mont Pellier, di Cambrigde, dan
lain-lainnya.
c.
Berdirinya
ordo-ordo. Ordo-ordo inilah muncul
karena banyaknya perhatian orang terhadap ilmu pengetahuan sehingga menimbulkan
dorongan yang kuat untuk memberikan suasana yang semarak pada abad ke-13. Hal
ini akan berpengaruh terhadap kehidupan kerohanian di masa kebanyakan
tokoh-tokohnya memegang peran di bidang filsafat dan teologi, seperti Albertus
De Grote, Thomas Aquinas, Binaventura, J. D. Scotus, William Ocham.
Upaya Kristenisasi
Ajaran Aristoteles
Pada mulanya
hanya sebagian ahli pikir yang membawa dan meneruskan ajaran Aristoteles, akan
tetapi upaya ini mendapatkan perlawanan dari Augustinus. Hal ini disebabkan
oleh adanya suatu anggapan bahwa ajaran Aristoteles yang mulai dikenal pada
abad ke-12 telah diolah dan tercemar oleh ahli pikir Arab (Islam). Hal ini
dianggap sangat membahayakan ajaran Aristoteles masih diajarkan di
fakultas-fakultas, bahkan dianggapnya sebagai pelajaran yang penting dan harus
dipelajari.
Untuk
menghindari pencemaran tersebut di atas (dari ahli pikir Arab atau Isla),
Albertus Magnus dan Thomas Aquinas sengaja menghilangkan unsur-unsur atau
selipan dari Ibnu Rusyd, dengan menerjemahkan langsung dari bahasa Latinnya :
juga, bagian-bagian ajaran Aristoteles yang bertentangan dengan ajaran Kristen
diganti dengan teori-teori yang bersumber pada ajaran Aristoteles dan
diselaraskan dengan ajaran Kristen. Langkah terakhir, dari ajaran Aristoteles
telah diselaraskan dengan ajaran ilmiah (suatu sintesis antara kepercayaan dan
akal).
Upaya Thoas
Aquinas ini sangat berhasil dengan terbitnya sebuah buku Summa Thelogiae dan
sekaligus merupakan buktibahwa ajaran Aristoteles telah mendapatkan kemenangan
dan sangat mempengaruhi seluruh perkembangan skolastik.
Albertus Magnus (1225-1274)
Di samping
sebagai biarawan, Albertus Magnus juga dikenal sebagai cendekiawan abad
pertengahan. Ia lahir dengan nama Albert Von Bollstadt yang dikenal sebagai
“doktoe universalis” dan “doktor magnus”, kemudian bernama Albertus Mgnus (Albert
the Great). Ia mempunyai kepandaian lua biasa. Di universitas Padua ia
belajar artes liberales, ilmu-ilmu pengetahuan alam, kedokteran,
filsafat Aristoteles, belajar teologi di Bulogna, dan masuk ordo Dominican
tahun 1223, kemudian masuk ke Koln menjadi dosen filsafat dan teologi.
Terakhir ia
diangkat sebagai uskup agung. Pola pemikirannya meniru Ibnu Rusyd dalam menulis
tentang Aristoteles. Dalam bidang ilmu pengetahuan, ia mengadakan penelitian
dalam ilmu biologi dan ilmu kimia.
Thomas Aquinas
(1225-1274)
Nama sebenarnya
adalah Santo Thomas Aquinas, yang artinya Thomas yang suci dari Aquinas. Di
samping sebagai ahli pikir, ia juga seorang dokter gereja bangsa Italia. Ia
lahir di Rocaa Secca, Napoli, Italia. Ia merupakan tokoh terbesar Skolastisisme,
salah seorang suci gereja Katolik Romawi dan pendiri aliran yang dinyatakan
menjadi filsafat resmi gereja Katolik. Tahun 1245 belajar pada Albertus Magnus.
Pada tahun 1250 ia menjadi guru besar dalam ilmu agama di Perancis dan tahun
1259 menjadi guru besar dan penasihat istana Paus.
Karya Thomas
Aquinas telah menandai taraf yang tinggidari aliran Skolatisisme pada abad
pertengahan.
Ia berusaha
untuk membuktikan bahwa iman Kristen secara penuh dapat dibenarkan dengan
pemikiran logis. Ia telah menerima pemikiran Aristoteles sebagai otoritas
tertinggi tentang pemikirannya yang logis.
Menurut
pendapatnya, emua kebenaran asalnya dari Tuhan. Kebenaran diungkapkan dengan
jalan yang berbeda-beda, sedangkan iman berjalan di luar jangkauan pemikiran.
Ia menghimbau agar orang-orang untuk mengetahui alam alamiah (pengetahuan) yang
terungkap dalam kepercayaan. Tidak ada kontradiksi antara pemikiran dan iman.
Semua kebenaran mulai timbul secara ketuhanan walaupun iman diungkapkan lewat
beberapa kebenaran yang berada di luar kekuatan pikir.
Thomas telah
menafsirkan pandangan bahwa Tuhan sebgai Tukang Boyong yang tidak berubah dan
yang tidak berhubungan dengan atau tidak mempunyai pengetahuan tentang
kejahatan-kejahatan di dunia. Tuhan tidak pernah mencipta dunia, tetapi zat dan
pemikirannya abadi.
Selanjutnya ia
katakan bahwa iman lebih tinggi dan berada di luar pemikiran yang berkenaan
sifat Tuhan dan alam semesta. Timbulnya pokok persoalan yang aktual dan praktis
dari gagasannya adalah “pemikirannya dan kepercayaannya telah menemukan
kebenaran mutlak yang harus diterima oleh orang-orang lain”. Pandangannya
inilah yang menjadikan perlawanan kaum Protestan karena sikap-sikapnya yang
otoriter.
Thomas sendiri
menyadari bahwa tidak dapat menghilangkan unsur-unsur Aristoteles. Ia
menggunakan ajaran Aristoteles tetapi sistem pemikirannya berbeda. Masuknya
unsur Aristoteles ini didorong oleh kebijakan pimpinan gereja Paus Urbanus V
(1366) yang memberikan angin segar untuk kemajuan filsafat. Kemudian Thomas
mengadakan langkah-langkah sebagai berikut.
Langkah pertama,
Thomas menyuruh teman sealiran Willem van Moerbeke unutk membuat terjemahan
baru yang langsung dari Yunani. Hal ini untuk melawan Aristotelianisme yang
berorientasi pada Ibnu Rusyd, dan upaya ini mendapat dukungan dari Siger van
Brabant.
Langkah kedua,
pengkristenan ajaran Aristoteles dari dalam. Bagian-bagian yang bertentangn
dengan apa yang dianggap kristen bertentangan sebagai firman Aristoteles,
tetapi diuapayakan selaras dengan ajaran Kristen.
Langkah ketiga,
ajaran Aristoteles yang telah dikristenkan dipakai untuk membuat sintesis
yang bercorak ilmiah (sintesis deduktif antara iman dan akal). Sistem barunya
itu untuk menyusun Summa Thelogiae.
3.
SKOLASTIK
AKHIR
Masa ini
ditandai dengan adanya rasa jemu terhadap segala macam pemikiran filsafat yang
menjadi kiblatnya sehingga memperlihatkan stagnasi (kemandegan). Di antara
tokoh-tokohnya adalah William Ockham (1285-1349), Nicolas Cusasus (1401-1464).
William Ockham
(1285-1349)
Ia merupakan ahli pikir
Inggris yang beraliran Skolastik. Karena terlibat dalam pertengkaran umum
dengan Paus John XXII, ia dipenjara di Avignon, tetapi ia dapat melarikan diri
dan mencari perlindungan pada Kaisar Louis IV. Ia menolak ajaran Thomas dalam
mendalilkan bahwa kenyataan itu hanya terdapat pada benda-benda satu demi satu,
dan hal-hal yang umum itu hanya tanda-tamda abstrak.
Menurut pendapatnya,
pikiran manusia hanya dapat mengetahui barang-barang atau kejadian-kejadian
individual. Konsep-konsep umum tentang alam hanya merupakan abstraksi buatan
tanpa kenyataan. Pemikiran yang demikian itu, ia membantah anggapan skolastik
bahwa logika dapat membuktikan doktrin teologis. Hal ini akan membawa kesulitan
dirinya yang pada waktu itu sebagai penguasanya Paus Joh XXII.
Nicolas Cusasus
(1401-1464)
Ia sebagai tokoh
pemikir yang berada paling akhir masa skolastik. Menurut pendapatnya, terdapat
tiga cara untuk mengenal, yaitu lewat idera, akal, dan intuisi. Dengan indra
kita akan mendapatkan pengetahuan tentang benda-benda berjasad, yang sifatnya
tidak sempurna. Dengan akal kita akan mendapatkan bentuk-bentuk pengertian yang
abstrak berdasar pada sajian atau tangkapan indra. Dengan intuisi kita akan
mendapatkan pengetahuan yang lebih tinggi. Hanya dengan intuisi inilah kita
akan dapat mempersatukan apa yang oleh akal tidak dapat dipersatukan. Manusia
seharusnya menyadari akan keterbatasan akal, sehingga banyak hal yang harus
diketahui. Karena keterbatasan akal tersebut, hanya sedikit saja yang dapat
diketahui oleh akal. Dengan intuisi inilah diharapkan akan sampai pada
kenyataan, yaitu suatu tempat di mana segala sesuatu bentuknya menjadi larut,
yaitu Tuhan.
Pemikiran Nicoulas ini
sebagai upaya mempersatukan seluruh pemikiran abad pertengahan, yang dibuatke
suatu sintesis yang lebih luas. Sintesis ini mengarah ke masa depan, dari
pemikirannya ini tersirat suatu pemikiran para humanis.[2]
D.
DAFTAR
PUSTAKA
Achmadi, Asmoro.2010.
Filsafat Umum. (Jakarta : Rajawali Pers)
Bertens, K..1975. Ringkasan Sejarah Filsafat. (Yogyakarta:
kanisius)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar