LAPORAN
PENELITIAN TAKHRIJ HADIST
TENTANG
“MENCACI-MAKI ORANG-ORANG MUSYRIK”
Diajukan untuk
Memenuhi Tugas Akhir Semester Dua Mata Kuliah Ulumul Hadits yang diampu oleh
Waliko,M.A.
OLEH :
Wahyu Dwi
Utami 1522502024
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN ADAB
DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI PURWOKERTO
TAHUN 2016
KATA PENGANTAR
Puji suykur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT, yang selalu melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan penelitian hadist kelas 2 PAG angkatan 2016.
Laporan ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir mata kuliah Ulumul
Hadist. Shalawat serta salam selalu dilipahkan kepada Nabi Agung Muhammad SAW.
Penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak
yang telah mendorong dan membantu peyusun dalam menyelesaikan laporan ini
sehingga laporan ini dapat selesai dengan baik
Tak lupa pula penulis mengucapkan Terima Kasih
kepada :
1.
Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua.
2.
Ibu Waliko, MA. Selaku pembimbing mata kuliah Ulumul Hadist yang telah
ikhlas dan sabar membimbing kita semua,
3.
Teman-teman kelas 2 PAG yang telah memberikan semangat sehingga laporan
selesai dengan baik.
Penulis senantiasa mengharap saran serta kritik dari semua pihak, sudah
barang tentu banyak terdapat kekurangan maupun kekhilafan atau masih jauh dari
sempurna,demi perbaikan dan penyempurnaan selanjutnya.
Purwokerto,15 Juni 2016
Penulis
|
Akhirnya, kepada Allah SWT jualah semua dikembalikan. Harapan kami, semoga
laporan ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
HADITS SENTRAL
Hadis tentang "Mencaci-maki Orang Musyrik"
Dalam kitab Tarjamah Fathul Baari
وعن هشام بن عروة, عن أبيه, عن عا ئشه رضي الله
عنها قالت : استأذن حسّان بن ثا بت, رسول الله صلىّ الله عليه وسلم في هجاء
المشركين, فقال رسول الله عليه وسلّم "فكيف بتسي" فقال حسّان, لأسلّنك
منهم كماتسلّ الشعرة من العجين, وعن هشام بن كروة, عن أبيه, قال: ذهبت أست حسّان
عند عائسة, فقالت, لاتسبه, فاءنّه كان بن افح عن رسول الله صلى الله عليه وسلّم.
6150. dari Hisyam bin Urwah, dari
bapaknya, dari Aisyah RA, dia berkata, “Hassan bin Tsabit minta izin kepada
Rosulullah SAW untuk mencaci-maki orang-orang musyrik, maka Rasulullah SAW bersabda,’bagaimana
dengan nasabku?’ Dia berkata, ‘Aku akan mengeluarkanmu dari mereka sebagaimana
rambut dikeluarkan dari adonan’.”
Dan Hisyam bin Urwah, dari bapaknya, dia
berkata, “Aku pergi mencaci-maki Hassan di sisi Aisyah, maka dia (Aisyah)
berkata, ‘jangan engkau mencacinya, sesungguhnya dia biasa membela Rasulullah
SAW’.”[1]
A.
Pendahuluan
Ilmu
Takhrij merupakan bagian dari ilmu agama yangharus mendapat perhatian serius
karena di dalamnya dibicarakan
berbagai kaidah untuk mengetahui sumber hadist itu berasal. Di samping itu, di
dalamnya ditemukan banyak kegunaan dan hasil yang diperoleh, khususnya dalam
menentukan kualitas sanad hadist.
Takhrij
hadis bertujuan mengetahui sumber asal hadis yang di takhrij. Tujuan lainnya
adalah mengetahui ditolak atau diterimanya hadis-hadis tersebut srta mengetahui
kualitas sanadnya. Dengan cara ini, kita akan mengetahui hadis-hadis ysng
pengutipannya memperhatikan kaidah-kaidah ulumul hadis yang berlaku sehigga
hadis terebut menjadi jelas, baik asal-usul maupun kualitasnya.
Memaki
berarti mengatakan seseorang dengan panggilan atau julukan yang tidak
patut, suatu perbuatan yang dapat
memperkeruh suasana persaudaraan antar umat beragama termasuk dengan kaum
musyrikin sehingga dapat menimbulkan tuduh-menuduh. Perbuatan mencaci-maki atau
menghina orang laim jika dijadikan kebiasaan atau rutinitas sehari-hari, maka
menjadi fasiklah dia, karena telah mengekalkan dosa dalam dirinya. Dalam ajaran
Islam sendiri mewajibkan kepada semua umatnya untuk saling menjaga keselamatan saudaranya
serta menghormati jiwanya. Apalagi di Indonesia sendiri terdiri dari berbagai
agama, dimana sudah menjadi kewajiban bagi sesama antar umat beragama untuk
menjaga kerukunan bersama dengan tidak saling mencaci-maki atau menghujat.
B.
PENELITIAN HADIST
1.
Melakukan Kegiatan Tahrijul Hadist.
Takhrijul
Hadist adalah ilmu yang membahas tentang rawi yang menjadi sanad satu Hadist
mengenai tanggal lahirnya, silsilahnya , gutu-gurunya yang pernah memberikan
Hadist kepadanya.
Dalam melakukan kegiatan takhrijul
Hadits ini metode yang digunakan adalah Takhrijul Hadits Bil Lafdz (penulisan
hadits melalui lafadz) dimana kitab yang dijadikan sebagai rujukan adalah
Mu’jam Mufakhrash Fi Al Fadz Al-Hadits An-Nabawy karangan Dr. A.J. Wensick
(diterjemahkan dalam Bahasa Arab oleh Moh Fu’ad Abdullah Baqi).
1)
Kitab Mu’jam Mufakhrash Fi Al Fadz Al-Hadits An-Nabawi
Dengan lafadz (هجاء) maka lafadz ini
ditelusuri dalam kamus yang memuat lafadz.
Dari bagian itu terdapat petunjuk bahwa hadits yang dicari memiliki
sumber :
a. Shohih Al Bukhari, Kitab Adab, No Hadist 6150,
Juz 10 , Hal 484
b. Shohih Al Bukhari, Kitab Manaqib, No Hadist
3531, Juz 7, Hal 285
Hadis – hadis yang ditakhrij
6150.حدثنا
محمّد, حدّسنا عبدة, أخبرنا هشام بن عروةو عن أبيه عن عائشة رضي الله عنها قالت :
استأذن حسّان بن ثابت رسول الله صلى الله عليه وسلّم في هجاء المشركين فقال رسول
الله عليه وسلّم : ((فكيف بنسبي؟)) فقال حسّان, لأ سلّنّك منهم كما تسلّ الشعرة من
العجين.[2]
3531. حدّسني عثمان بن أبي شيبة حدّسنا عبدة عن
هشام عن أبيه عن عائشة رضي الله عنها قالت: ((استأذن حسّان النّبيّ صلى الله عليه وسلّم في هخاء المشركينو قال : كيف بنسبي ؟ فقالت حسان
: لأسلّنّك منهم كما نسلّ الشعرة من العجين )) وعن أبيه قال : ((ذهبت أسبّ حسان
عند عا ئشة فقالت : لاتسبّهو فانه كان ينا فح عن النبيّ صلى الله عليه وسلّم[3]
2) Melakukan I’tibar Hadist
a) Kegiatan I’tibar
Secara etimolgi al-i’tibar adalah melakukan peninjauan terhadap berbagai
hal dengan makdud untuk dapat mengetahui sesuatu yang sejenis.
Sedangkan menurut istilah al-i’tibar adalah menyertakan sanad-sanad yang
lain untuk menyertakan suatu Hadist tertentu supaya dapat di ketahui ada
tidaknya periwayatan yang lain untuk sanad Hadistyang dimaksud.
b) Tujuan dilakukan al-takhrij
Agar terlihat dengan jelas seluruh jalur sanad
yang diteliti, nama-nama
Periwayatnya dan metode periwayatnya yang
digunakan oleh masing-masing periwaya yang digunakan oleh masing periwayat yang
bersangkutan.
c) Kegunaan i’tibar
Yaitu untuk melihat secara jelas seluruh jalur sanad Hadist yang diteliti,
demikian juga nama-nama periwayatnya dan metode periwayatanya yang digunakan
oleh masing-masing periwayatan dan untuk mengetahui sanad seluruhnya di lihat
dari ada atau tidaknya pendukung berupa periwayat yang berstatus Mu’tabar atau
Syahid.
d) Skema I’tibar Sanad-sanad
Berikut skema sanad-sanad hadist yang dirujuk dalam kamus mu’jam mufakhrash
yang mana periwayat hadist tentang mencaci-maki orang musyrik.
حسّان بن ثابت
|
رسول الله عليه وسلّم
|
حسّان
|
عائشة رضي الله عنها
|
أبيه
|
هشام بن عروة
|
هشام
|
عبدة
|
محمّد
|
عثمان بن أبي شيبة
|
C. Hukum Hadist
Dari hasil
penelitian hadits dengan memenuhi langkah-langkah peneliatan diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa hadits diatas adalah hadits sahih, dilihat dari keterkaitan
sanad-sanadnya.
D. Natijah (Kandungan Hadist)
Mencaci adalah suatu perbutan
tercela yang tidak disukai oleh Allah swt,karena mencaci ini sama saja dengan menyakiti orang lain, baik itu
dengan ucapan atau mengeluarkan kata-kata yang mengandung makian dan
hinaan kepada orang lain. Islam
sebagai agama rahmatan lil 'alamien telah mengatur sedemikian rupa tata krama
bergaul dan berbicara dengan sesama, sebagaimana disinyalir dalam Firman Allah
dalam surat al-Hujurat ayat 11 : Artinya : "Wahai
orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain,
(karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka
(yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan)
perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih
baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu
sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.
Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman.
Dan barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang
zalim."
Larangan mencela atau mencaci
terhadap sesama makhluk Allah merupakan akhlak tercela, karena mencaci ciptaan
Allah, bisa saja orang yang dicaci lebih baik dari pada orang yang mencaci. Demikian pula halnya mencela atau mencaci orang
yang telah meninggal dunia.
E. Analisa Penulis
Berdasarkan penelitan yang dilakukan di
perpustakaan IAIN Purwokerto, penulis menyadari bahwa kegiatan penelitian ini
membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menyelesaikan penelitian ini dengan
benar. Penulis juga menyadari bahwa penelitian ini cukup sulit sehingga
membutuhkan kerja keras dengan cermat dan teliti agar tidak mempersulit proses
penyelesaian penelitian ini.
Mengenai hadist yang ditakhrij penulis
beranggapan bahwa mencela atau mencaci maki kepada sesama makhluk ciptaan Allah
SWT termasuk dengan sesama umat beragama merupakan akhlak tercela yang bisa
menjadikan terpecah belahnya kerukunan kehidupan beragama. Hidup saling
menghormati dan toleransi akan terciptanya kerukunan dan kerjasama antar umat
beragama.
DAFTAR PUSTAKA
Al Asqalani, Ibnu Hajar (2009),. Terjemah Fathul Baari
.Jilid 29.Jakarta :Pustaka Azzam
Al-kirmani, Imam Samsuddin (2010), Shohih
Bukhari. Juz 10. Lebanon :Dar Al-kotob Al-Ilmiyah.
Irsyadassary (1410-1990), Shohih Bukhari. Juz
7. Lebanon : Darl Fikr.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar