ILMU PERBANDINGAN AGAMA DAN
BEBERAPA PERMASALAHAN ILMU
PERBANDINGAN AGAMA DI INDONESIA

Diajukan untuk Memenuhi Tugas
Perbandingan Agama yang Diampu oleh Muh. Hanif, S.Ag.,M.A.
OLEH :
Wahyu Dwi Utami 1522502024
PROGRAM
STUDI PERBANDINGAN AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO
TAHUN
2016
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Pandangan Umum
Dalam
kajian ini membahas mengenai beberapa permasalahan ilmu perbandingan agama.
Ilmu perbandingan agama khususnya di Indonesia yang dipelopori oleh Prof. Dr.
H. A. Mukti Ali serta sistem dan metode ilmu perbandingan agama yang dipelopori
oleh M. Sastrapratedja tentang peran ilmu perbandingan agama. Prof. Dr. H. A. Mukti Ali menganalisis keadaan ilmu agama khususnya
agama Islam di Indonesia sangat lemah. Kualitas pendidikan rendah, pemikiran
mistik menjadi penyebab rendahnya iimu agama. Dalam memahami agama, kemampuan
berbahasa asing menjadi suatu hal yang mutlak, informasi penuh tentang agama
harus dimiliki serta mempunyai pengalaman beragama. Pengajaran dan penelitian
dalam bidang perbandingan agama rupanya belum dimulai di Indonesia.
Peran ilmu perbandingan agama menurut M.
Sastrapratedja, sejarah ilmu perbandingan agama menunjukkan peran kririk ke
dalam, yaitu terhadap agama itu sendiri dan ke luar yaitu terhadap kebudayaan
sezaman. Dapat pula berfungsi sebagai kritik terhadap dunia modern yang
cenderung mendefinisikan manusia dalam kerangka yang melalui historis,
temporal, rasional. Studi perbandingan agama membuka dunia mana yang lebih
luas. Tetapi ini mengandaikan bahwa ada kepercayaan akan relevansi agama.
B.
Tujuan dan Manfaat
Mengenalkan
kepada mahasiswa mengenai beberapa permasalah ilmu perbandingan agama di
Indonesia serta peran ilmu perbandingan agama.
BAB
II
PEMBAHASAN
ILMU
PERBANDDINGAN AGAMA
Prof.
Dr. H. A. Mukti Ali
Ilmu
Perbandingan Agama di Indonesia
Imu perbandingan agama di Indonesia lahir di IAIN pada
tahun 1961, setahun setelah berdirinya IAIN. Kajian ilmu perbandingan agama
adalah salah satu cara memahami agama. Keadaan ilmu agama, khususnya agama Islam, di
Indonesia dewasa ini sangat lemah.
Kualitas pendidikan dalam ilmu perbandingan agama memerlukan suatu usaha
peningkatan yang sistematis dan harus dilaksanakan dengan kesungguhan hati yang
kuat. Kekurangan-kekurangan dalam pengembangan ilmu agama, khususnya Islam,
dewasa ini antara lain :
1.
Kekurangan bacaan ilmiah. Perlu diterangkan
bahwa buku-buku Islam yang diimpor ke Indonesia adalah dari Mesir, Libanon, dan
Irak, serta dari Pakistan dan India.
2.
Kekurangan kegiatan penelitian ilmiah,
menyebabkan kurang majunya kajian agama.
3.
Kekurangan diskusi akademis.
4.
Masih rendahnya penguasaan bahasa asing
di antara sebagian besar mahasiswa dan dosen, sementara relatif hanya sedikit
buku-buku ilmu agama yang ditulis dalam bahasa Indonesia yang pembahasannya
secara analitis.
Itu
adalah sebab-sebab yang praktis. Disamping itu, masih ada sebab-sebab yang
fundamental, di antaranya :
1.
Arus bawah mistik dalam kehidupan agama
di Indonesia. Sebagaimana diketahui, Islam yang bercorak tasauflah yang pertama
datang ke Indoesia. Hal ini memberikan warna kepada kehidupan agama di
Indonesia. Kehidupan agama yang bercorak tasauf ini lebih menekankan kepada
“amaliah” daripada “pemikiran”. Agama adalah soal penghayatan pribadi yang
tidak perlu dikomunikasikan secara umum dan tidak perlu dianalisis. Oleh karena
itu, kehidupan agama yang semacam ini sudah barang tentu jauh dari pendekatan
agama secara ilmiah.
Orang
tidak boleh salah mengerti tentang As-Sanusiyah di Afrika Utara dan Al-Mahdiyah
di Sudan, dua macam gerakan tasauf yang mempunyai perana besar di daerah
masing-masing. Memang harus diakui bahwa As-Sanusiyah berjasa dalam melawan
Inggris di Sudan, tetapi dalam bidang ilmiah, baik Sanusiyah maupun Mahdiyah
tidak memberikan darma bakti yang beraeti di masing-masing daerahnya.
2.
Pemikiran ulama-ulama Indonesia dalam
Islam lebih banyak ditekankan dalam bidang fiqh dengan pendekatan secara
normatif. Telah diketahui bahwa setelah Terusan Suez dibuka, hubungan antara
Indonesia dengan negara Arab makin
berkembang. Jemaah haji dari Indonesia makin meningkat, bahkan sebagian menetap
di Tanah Suci, baik untuk belajar maupun untuk lainnya. Timbullah masyarakat
“Jawi” di Mekah. Sebaliknya, orang-orang Arab, terutama dari Hadramaut, datanga
ke Indonesia untuk mengadu nasib. Akibat dari hubungan ini, pemikiran fiqh
masuk ke Indonesia. Dengan demikian, dua kecenderungan berebut pengaruh ke
Indonesia, yaitu penghayatan agama secara tasauf dan pendekatan agama secara
fiqh yang normatif. Sudah barang tentu pendekatan secara ilmiah terhadap agama
pada umumnya.
3.
Kedua pemikiran itu, timbullah reaksi di
kalangan pemikir-pemikir muslim di Indonesia, seperti Prof. Dr. Harun Nasution,
Guru Besar Filsafat Islam di IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Ia menentang
kehidupan agama yang serba mistis dan pendekatan agama secara normatif yang
terpusat kepada fiqh. Oleh karena itu ia mengarang buku-buku dalam bidang ilmu
kalam dan filsafat. Namun demikan, ilmu perbandingan agama, dalam menghadapi
reaksi yang sedemikian itu, harus berhati-hati supaya ilmu itu tidak terseret
ke dalam teologi maupun filsafat agama.
4.
Timbulnya semangat dakwah yang begitu
hebat di Indonesia, terutama setelah terjadinya pemberontakan komunis pada tahu
n 1965. Pemberontakan komuis yang terjadi pada tahun 1948 dan diulangi lagi
pada tahun 1965, menyadarkan umat Muslim bahwa dakwah di Indinesia harus lebih
ditingkatkan. Semangat dakwah yang seperti ini menimbulkan satu cabang ilmu
pengetahuan sendiri, yaitu “ilmu dakwah” atau “misiologi”. Selain itu, dalam
kegiatan dakwah, semangat apologi meningkat. Hal ini tercermin dalam
pidato-pidato atau khutbah-khutbah para mubaligh dan di serta dalam
tulisan-tulisan dan penulis-penulis muslim. Harus diakui bahwa pada tiap agama
terdapat elemen apologi. Hal ini disebabkan oleh mendalam dan tegangnya
penghayata terhadap agama itu. Selain itu perlu diketahui pula apologi di
kalangan pemimpin-pemimpin muslim Indonesia tidak bisa dielakkan. Hal ini
disebabkan oleh usaha kristenisasi yang dilakukan oleh organisasi-organisasi
Kristen di Indonesia mereka mengambil kesempatan dengan adanya kekurangan dan
kemiskinan di Indonesia dengan memberikan beras, pakaian, uang dan sebagainya
kepada orang-orang Indonesia supaya mereka mau menjadi Kristen. Hal ini juga
disinyalir dan dibahas dalam dialog-dialog dan seminar.
Selain
itu, literatur-literatur yang ditulis oleh orang-orang Barat kerap kali berisi
tulisan –tulisan yang merendahkan Islam. Hal-hal semacam inilah yang
menyebabkan timbulnya apologi di kalangan penulis-penulis muslim Indonesia.
5.
Salah sangka bahwa ilmu perbandingan
agama datang dari barat. Padahal sebenarnya, harus diketahui bahwa yang
meletakkan dasar-dasar ilmu perbandingan agama adalah Ali ibn Hazm (994-1064)
dengan kitabnya Al-Fasl fi al-Milal
w-al-Ahwa’ w-al-Nihal.
6. Peserta-peserta
kuliah perbandingan agama kurang menguasai ilmu-ilmu bantu perbandingan agama,
seperti sejarah, sosiologi, antropologi, arkeologi, yaitu ilmu-ilmu yang dapat
membantu orang untuk memahami fenomena berbagai agama. Selain itu, dari
kekurangan tersebut di atas, juga pesera kuliah perbndingan agama kurang
memahami bahasa asing.
Oleh karena itu, bagi orang yang
mengikuti pelajaran ilmu perbandingan agama, paling sedikit selain menguasai
bahasa-bahasa Arab, supaya dapat memahami Islam dari sumber asliny., juga dapat
menguasai bahasa-bahasa modern,
khususnya Inggris, hingga dengan demikian dapat menbaca buku-buku yang ditulis
dalam bahasa asing itu.
Orientalisme
dan Indonesia
Sejak abad ke 16,
Belanda telah menaruh perhatian kepada Indonesia. Sarjana Belanda semenjak
abad ke 16, dan seerusnya abad ke-18
sampai sekarang, masih menulis tentang Indonesia. Perkembangan studi Islam di
Belanda dapat dilihat dengan timbulnya Military Academy di Breda, diikuti Delft
dan yang sempat terkenal dengan Leiden yang melahirkan orientalis-orientalis raksasa,
dan yang paling raksasa adalah Snouck Hurgronje, orientalis yang belum
dilahirkan Belanda sebelumnya dan sesudahnya.
Ada
dua macam cara dalam memahami agama, yaitu pemahaman secara parsial dan
pemahaman secara integral.
Untuk memahami agama secara integral, diperlukan empat
kelengkapan.
1.
Kelengkapan yang sifatnya intelektual
2.
Kondisi emosional yang cukup
3.
Kemauan yang konstruktif
4.
Pengalaman beragama.
Mengajar
Ilmu Perbandingan Agama
Menurut Joachim Wach, ajaran ilmu perbandingan agama
harus :
1.
Integral
2.
Kompeten
3.
Dihubungkan dengan kepentingan yang
eksistensial
4.
Selektif
5.
Seimbang
6.
Imajinatif
7.
Disesuaikan dengan tingkat-tingkat
pelajaran yang beraneka ragam.
Sedangkan menurut Harry M. Buck
memberikan anjuran yang berguna yang menekankan pentingnya :
1.
Selekivitas
2.
Mendalam dalm konteksnya
3.
Menyeluruh
4.
Perspektif yang seimbang
Hubungan
Ilmu Perbandingan Agama dengan Ilmu-Ilmu Lain
Salah sau masalah fundamental yang dihadapi oleh ilmu
perbandingan agama adalah bahwa keilmuan barat tradisional dalam bidang Religionswissenschaft a dalah terlalu “Eropa” dan terlalu
“Barat” dalam orientasinya yang pokok
dan kerangka kerjanya. Dalam hal ini terdapat dua implikasi . Pertama, Religionswissenschaft
apabila ingin tetap tumbuh sebagai studi agama secara ilmiah-agamis, maka ia
harus meneliti metode-metodenya dan kategori-kategori interpretasinya. Kedua,
ahli-ahli sejarah agama-agama Barat harus mengembangkan tradisi keilmuan mereka yang unik, supaya dengan demikian
dapat memberikan sumbangan yang penting pada usaha yang dilakukan dengan kerja
sama yang luas pada studi agama yang ilmiah-agamis.
Adalah jelas bahwa sejak zaman Pencerahan ilmu agama
telah timbul dengan kategori-kategori Barat dalam studi agama-agama dunia,
sekalipun ada prinsip –prinsip yang mereka pegang teguh tentang netralitas dan
objektivitas.
Perbedaan
pandangan antara ahli-ahli ilmu agama Timur dan Barat rupa-rupanya makin hari
makin besar dalam hal metodologi, tujuan dan jangkauan ilmu itu. Pada abad
ke-19, rakyat dari Timur, di bawah pengaruh Barat dan modernitas, memberi
reaksi terhadap Barat dalam segala hal. Di antara mereka terdapat minoritas
kecil yang dalam antusiasmenya pada segala sesuatu yang barat menjadi
“a-nasional” untuk hal-hal yang praktis.
Ilmu
Perbandingan Agama dan Dialog
Sekalipun ilmu perbadingan agama di Indonesia secara
teoritis kurang berkembang, akan tetapi dalam
praktik kehidupan , adanya ilmu perbandingan agama dapat membantu lancarnya
dialog antarumat beragama di Indonesia.[1]
SETUJU :
Karena
kepandaian bangsa Indonesia ini untuk merelatifkan segala sesuatu. Sehingga
dengan demikian, memudahkan mereka untuk berbicara antar-umat beragama.
ANALISIS
BACAAN
BEBERAPA
PERSOALAN AGAMA DEWASA INI
Prof.
Dr. H. A. Mukti Ali
Agama,
Kebudayaan dan Ilmu Pengetahuan
1. Universitas, Kaum Intelektual dan Pembangunan
Dekade
pembangunan dunia pertama
Dekade
pembangunan dunia pertama dianggap kurang berhasil. Untuk ini, ada tidga
dokumen yang perlu disinggung. Dokumen-dokumen yang berisi pikiran-pikiran baru
yang mempengaruhi alam pikiran dan cara-cara kerja di dunia umumnya dalam pelaksanaan pembangunan di tahun-tahun yang
akan datang. Dalam laporan Tinbergen dinyatakan bahwa pembangunan tidak hanya
berarti kenaikan kapasitas berproduksi, melainkan juga transformasi struktur
sosial dan ekonomi. Demikian juga laporan Tinbergen itu menggambarkan parahnya
penderitaan yang dialami sekian besar4 dari rakyat di negara-negara yang sedang
berkembang. Ia juga menyinggung masalah makin meningkatnya pengangguran dan
urbanisasi yang dapat diatasi dengan proyek-proyek yang dapat menarik banyak
tenaga buruh dan investasi di bidang pertania, mengatasi sikap kurang senang
terhadap usaha-usaha asing dan nasional.
Perubahan
Pendekatan
Penerimaan
tentang serba-dimensinya realitas, perkembagan tentang keterangan-keterangan
serba-mungkin dan penghayatan terhadap keseluruhan situasi dan saling
hubungannya satu dengan yang lain, telah menerobos pemahaman kita tentang hidup
dan kehidupan ini dan tentang hakikat manusia.
Oleh
karena itu, menjadi kewajiban kita untuk selalu meneliti kembali keadaan
kehidupan manusia dan bagaimana cara memecahkannya.
Pembangunan
dan Universitas
Universitas
atau perguruan tinggi hanya mengajarkan kepada mahasiswanya pokok-pokok pikiran
yang dapat dipergunakan sebagai kunci untuk memahamikeadaan masyarakat yang
selalu mengalami perubahan. Dalam hal ajaran Islam, hal-hal yang sifatnya
ertikal, tidak banyak terdapat perubahan-perubahan akibat perubahaan dalam
masyarakat. Tetapi hal-hal yang sifatnya hubungan horizontal, yaitu hubungan antar maanusia,
mengalami banyak perubahan. Memang kadang kita hanya memahami SunnaturRasul, kita hanya memahami apa
yang terdapat dalam hadist, tetapi kita lupa memahami Sunnatullah, atau yang oleh ilmu pengetahuan alam dikatakan “hukum
alam” diman kita semua terlibat di dalamnya.
Selain
itu, para mahasiswa harus kita timbulkan untuk berpikir kritis. Juga menjadi
keharusan bagi kita untuk menimbulkan optimisme
di kalangan mahasiswa. Selain dari itu mahasiswa diajarkan cara-cara untuk
memecahkan suatu masalah. Dengan penguasaan sistem ilmu yang diajarkan, dengan
cara pendekatannya, ditambah dengan kemampuan bahasa, maka kami rasa dunia ilmu
pengetahuan akan terbuka lebar bagi si mahasiswa itu.
2.
Pondok Pesantren dalam Sistem
Pendidikan Nasional
Pondok
Pesantren adalah Pondok Pesantren
Adapun
usaha yang akan dilakukan dalam usaha meningkatkan Pondok Pesantren, satu hal
harus diingat bahwa Pondok Pesantren adalah Pondok Pesantren . pada dasarnya
Pondok pesantren adalah Lembaga Pendidikan Islam. Pengetahuan-pengetahuan yang
berhubungan dengan Agana Islam diharapkan dapat diperoleh dari Pondok Pesantren
itu. Pondok Pesantren adalah tempat untuk menyeleksi calon-calon ulama dan
kiyai. Perkataan seleksi sebagai pengertian bahwa ulama dan kyai itu tidak bisa
dididik, juga tidak bisa dididik oleh Pondok Pesantre. Tetapi orangbisa menjadi
ulama atau kyai itu karena memang ia mempunyai bakat ulama dan kyai, Pondok
Pesantren adalah tempat untuk seleksi orang-orang yang memang sudah mempunyai
bakat ulama atau kyai itu.
3.
Hari Depan Agama, Kebudayaan dan
Ilmu Pengetahuan
Dengan
perkembangan imu pengetahuan, agama pun mengalami kemajuan yang tidak kecil.
Pendapat yang menyatakan bahwa agama mengalami kemunduran akibat kemajuan ilmu
pengetahuan ternyata tidak didukung oleh bukti-bukti sejarah. Kami kira
pendapat yang demikian itu deisebabkan oleh salah pengertian bahwa agama adalah
masalah akhirat yang harus minggir untuk memberi jalan kepada penemuan-penemuan
ilmiah yang sifatnya empiris. Sudah barang tentu pendapat ini salah.
Satu
hal lagi perlu dicatat bahwa kalau tendensi dan kecenderungan pertumbuhan ilmu
pengetahuan dewasa ini menuju kearah perpecahan dan diskriminasi, maka
sebaliknya dalam kehidupan berbagai macam agama terdpat kecdenderuangan ke arah
saling pengertian antara satu kelompok agama denga kelompok agama yang lain.
Pada agama-agama besar di dunia, seperti Hindu dan Budha, terdapat usaha-usaha
untuk mengumpulkan dan mengikat mereka dalam kelompok mereka masing-masing.
Demikian juga halnya dengan Katholik Kristen dan Protestan. Dalam dunia Islam
sendiri, terdapat organisasi seperti Rabithah Al Alam Al Islami dalam lingkugan
organisasi-organisasi massa, dan organisasi Konperensi Islam dalam linkungan
pemerintah, yang berusaha menghimpun pikiran-pikiran dan langkah-langkah untuk
menghadapi berbagai persoalan, baik ke dalam maupun luar.
Tugas
kita dewasa ini adalah menciptakan dan mengembangkan kebudayaan dengan
efektivitas dan kreativitas ilmu pengetahuan dan teknologi di dalam pandangan
hidup yang transendental. Hanya kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang demikian
itulah yang akan memberikan makna hidup dan membawa kesejahteraan yang
kebahagiaan dalam hidup dan kehidupan ini. Inilah yang kita tuju.[2]
KONTEKTUALISASI DAN MASA DEPAN STUDI
AGAMA
A. Studi
Agama dalam Konteks Global
Studi agama dalam
konteks global, menurut Frank Whaling, mengandung
pengertian “seluruh dunia”. Pengertian
ini mengimplikasikan bahwa studi agama harus mencakup semua agama, dan bukan
hanya mencakup agama tertentu. Pada level lain, konteks global mengimplikasikan
adanya kebutuhan mengambil secara serius pandangan-pandangan dan kajian
kesarjanaan dari dunia lain, sehingga studi agama menjadi bersifat global, dan
tidak hanya bersifat Barat dengan sudut pandangnya tersendiri.
Di dalam studi agama
konteks global, ada tiga model yang berkembang. Model dominan yang pertama
adalah yang disebut dengan model humanitas yang sering disebut juga dengan
humaniora atau liberal arts. Tekanan utama model ini adalah pada sastra da
manusia. Studi tentang agama dan sains sudah tercakup di dalam wilayah yang luas
ini. Model kedua adalah model Greco-Roman yang menekankan nilai estetika
kata-kata secara lisan maupun tulisan, nilai budaya terhadap kajian tentang
bahasa lain, nila tradisi-tradisi besar masa lalu, serta nilai moral dan
politis dari pembelajaran. Model ketiga adalah model ideal sains dari zaman
modern. Dengan mengutip pandangan Butterfield, Whaling menyatakan bahwa ide
tentang sains sebenarnya bukan berasal dari zaman modern. Pada abad XVII sudah
muncul suatu terobosan baru dalam sains yang menghasilkan sesuatu yang lebih
buruk maupun lebih baik. Dan ini merupakan satu di antara titik balik dalam
sejarah pemikiran manusia.
B. Masa
Depan Studi Agama
Studi agama di masa
depan, menurut Walter H. Capps, sangat diwarnai dengan tiga kecenderungan,
yaitu
1. Berbagai
metode dan pendekatan dalam studi agama akan berkembang secara sequential.
2. Studi
agama sebagai sebuah disiplin akan terus melakukan proses menjadi. Sejak
munculnya sebagai disiplin ilmu tersendiri pada awal 1960-an, studi agama terus
berkembang hingga sekarang.
3. Selalu
muncul paradigma-paradigma baru.
Kecenderungan ini terjadi karena perspektif-perspektif keagamaan yang
diidentifikasi dan disurvei di dalam studi agama selalu dapat dipetakan,
ditelusuri, dan dijalaskan. Hal ini akan memungkinkan untuk bekerja dengan peta
yang dikenal dan dilihat.
Menurut
Waardenburg, dalam pendekatan historis kita berhadapan dengan sekuen diakronis
dari sebab dan akibat dalam sejarah konstitusi, pemikiran, dan cara tindakan
keagamaan. Sedangkan dalam pendekatan komparatif terhadap agama kontemporer,
menurut Waardenburg, kita tengah berhadapan dengan kesejajaran dan perbedaan
antaragama yang ada. Sementara dalam pendekatan konstektual, Waardenburgh
mengatakan bahwa yang dihadapi adalah suatu cara yang mana sebuah agama
dikondisikan oleh konteks sosila, politik, dan sebagainya.
Sehubungan
dengan pendekatan hermeneutis pada agama-agama kontemporer, Waardenburgh
menyarankan perlunya pemusatan perhatian pada makna dari data-data atau
agama-agama bagi para pengikutnya, dan pada interpretasi yang mereka lakukan.[3]
SISTEM
DAN METODE ILMU PERBANDINGAN AGAMA
Peran
Ilmu Perbandingan Agama
Perkembangan
Ilmu Perbandingan Agama
Awal perkembangan Religionswissenschaft
di Barat lebih diwarnai oleh semangat Aufklarung dan kemajuan ilmu
pengetahuan pada abad ke-19, yaitu sikap yang rasionalistik.
Perkebangan
ilmu-ilmu baru pada dasawarsa awal abad ke 20 (arkeologi, antropologi,
sosiologi, psikologi-dalam, studi-studi orienttal, fenomenologi). Awal abad ke
20 diandai lebih-lebih oleh kesadaran akan kesejarahan: manusia selalu
merupakan makhluk historis dan orang harus mempertimbangkan hakikat historis dari data religius.
Ilmu perbandinngan agama abad dua puluh bergerak antara
kutub pendekatan historis dan fenomenologis. Joachim Wach mendfisikankan pendekatan
historis sebagaia usaha untuk menelusuri asal dan perumbuhan gagasan dan
institusi religius dalam periode
tertentu dan mendugai peranan kekuatan-kekuatan yang dengannya agama berinteraksi pada periode ini.
Sedangakan pendekatan fenomenologi berussaha mengkaji hakikat , makna dan
struktur fenomena religius.
Jadi apa yang disebut comparative
religion atau Religionswissenschaft adalah kajian fenomena religius yang
bersifat historis dan fenomenologis.
Tuntutan
dari Penelitian Ilmu Perbandingan Agama
Ilmu perbandingan agama mempunyai persyaratan akademik
tertentu.
1.
Menjalankan suatu stusi interdisipliner,
atau paling sedikit mampu mengadakan dialog dengan disiplin lainnya.
2.
Mampu
mengam bil jarak terhadap fenomena yang diteliti.
3.
Kemampuan mengambil jarak tidak bersikap
acuh tak acuh.
4.
Ia harus dapat membedakan apa “yang
seharusnya” dari apa “yang senyatanya”.
Peran ilmu perbandingan agama
1.
Ilmu perbandingan agama yang
historis-fenomenologis dapat membantu untuk mencari keseimbangan dalam agama
antara kecenderungan ruinitas atau insitusionalisasi dan kreativitas.
2.
Dengan menemukan struktur esensial dari
pengalaman agama, ilmu perbandingan agama dapat membantu untuk menghindari
identifikasi agama dengan perwujudan historis konkret.
3.
Ilmu perbandingan agama memberikan
tantangan terutama kepada agama-agama semitik yang mempunyai klaim kemutlakan.
4.
Studi agama-agama dengan menemukan makna
dan struktur dasar pengalaman religius memberikan kontribusi bagi pemahaman mengenai
manusia.[4]
SETUJU :
Ilmu
perbandingan agama bila dijalankan dengan baik, dapat pula berfungsi sebgai
kritik terhadap dunia modern yang cenderung mendefinisikan manusia dalam
kerangka historis, temporal, rasional.
ANALISIS BACAAN
PENELITIAN AGAMA
(Suatu Pembahasan
Tentang Metode dan Sistem)
Metode Sosio-Historis
Dengan metode
sosio-historis dimaksudkan suatu metode dengan pemahaman terhadap suatu
kepercayaan, ajaran atau kejadian dengan melihatnya sebagai suatu kenyataan
yang mempunyai kesatuan mutlak dengan waktu, tempat, kebudayaan, golongan dan
lingkungan di mana kepercayaan, ajaran, dan kejadian itu muncul.
Penelitian Keagamaan
Penelitian keagamaan
tentang perkembangan dan pengaruh agama Islam terhadap masyarakat Indonesia
sendiri amat penting dan perlu dalam rangka pengembangan pengetahuan keislaman
di Indonesia. Masyarakat Indonesia tidaklah dalam keadaa kosong dan hampa
budaya ketika Islam datang. Sudah barang tentu terjadi pembenturan dan
pergeseran di samping penyesuaian dan penyerasian nilai-nilai dan norma-norma
secara timbal-balik antara Ilan dan kebudayaan suku-suku bangsa di Indonesia.
Dengan penelitian keagamaan ini diharapkan akan diketahui bagaimana perwujudan
sosial dan kultural agama Islam dalam masyarakat Indonesia yang berbagai itu
dansejarah mana kebudayaan setempat ikut mewarnai perwujudan sosial dan
kultural agama Islam tersebut.
Ilmu Sosial dan Ilmu
Agama
Bagi ahli ilmu sosial,
yang menyebabkan kecenderungan untuk berbicara tentang agama ialah
(i)
Bahwa yang dianggap ahli ilmu sosial
adalah masyarakat. Masyarakat Indonesia yang akan digarap oleh ahli-ahli ilmu
sosia adalah masyarakat agamis.
(ii)
Kalau yang diamati oleh ahli ilmu sosial
itu adalah aspek-aspek kehidupan masyarakat, sudah barang tentu mereka harus
juga mengetahui dorongan-dorongan yang menyebabkan timbulnya tindakan
masyarakat itu.
(iii)
Melihat agama hanya ditekankan kepada
aspek-aspek sosialnya dan sebagai sesuatu yang timbul dari pergaualan sesama
manusia ternyata tidak membawa pengertian yang sebenarnya tentang agama.
Penelitian
Agama dan Metodologinya
Penelitian
agama menyangkut umat beragama yang hidup di tengah-tengah dunia ini. Mereka
sebagai hamba Allah yang berusaha mengembangkan hubungannya dengan Tuhan di
tengah-tengah pergaulan dengan sesama manusia di dunia ini. Penelitian agama berhubungan
dengan ungkapan umat manusia sebagai hamba Allah yang menjalankan pesan-pesan
agamanya sebagai anggota masyarakat di tengah-tengah di dunia ini. Dengan ini
maka penelitian agama berpijak pada situasi konkrit, pada pengalaman umat yang
nyata. Tetapi dari pihak lain, situasi konkrit juga menjadi objek penelitian
ilmu-ilmu sosial.
Tentang
Metode Penelitian Agama
Adapun
tentang objek penelitian agama adalah tindak-laku umat beragama, sejauh mana
ajaran agama diwujudkan dalam hubungan antar sesama manusia dalam hidup
kemasyarakatan. Kita mengetahui bahwa agama dan masyarakat saling berpengaruh.
Dengan demikian bidang yang digarap oleh penelitian agama adalah (1) lembaga agama, (2) hubungan agama, (3)
fungsi agama, (4) teks dan dokumen agama.[5]
BAB III
PENUTUP
Keadaan
ilmu perbandingan agama di Indonesia dewasa ini masih sangat lemah. Oleh karena
itu, perlu peningkatan kualitas seperti pendidikan di Indonesia khususnya para
mahasiswa jurusan perbandingan agama. Mahasiswa harus disadarkan bahwa ia adalah
orang yang cakap dan mempunyai hari depan yang baik, yang karena itu timbul
kegairahan untuk memecahkan persoalan-persoalan kususnya persoalan ilmu
perbandingan agama dewasa ini. Memahami cara memecahkan masalah atau “method of
approach”. Dengan pengetahuan method of approach itu mahasiswa dapat
menghampiri permasalahan.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mukti (1987), BeberapaPersoalan Agama Dewasa Ini. Jakarta:
Rajawali Pers
Ali, Mukti (1990), Ilmu Perbandingan Agama di Indonesia,dalam
Ilmu Perbandingan Agama
di Indonesia (Beberapa Permasalahan).
Jakarta : INIS
M. Sastrapratedja
(1990), Peran Ilmu Perbandingan Agama, dalam
Ilmu Perbandingan Agama di Indonesia. Jakarta: INIS
Hidayatullah, Syarif
(2011), Studi Agama Suatu Pengantar. Yogyakarta: Tiara Wacana
LAMPIRAN
Berikut
ini lampiran buku yang menjadi rujukan


[1] Mukti Ali, ilmu perbandingan Agama di Indonesia. Dalam Ilmu Perbandingan Agama
di Indonesia (Beberapa permasalahan). (Jakarta: INIS. 1990). Hal. 3-11
[2] Mukti Ali, Agama, Kebudayaan
dan Ilmu Pengetahuan, dalam Beberapa
Persoalan Agama Dewsa Ini.
(Jakarta: Rajawwali Pers. 1987). Hal. 3-70
[3] Syarif Hidayatullah, Studi Agama suatu pengantar. (Yogyakarta:
Tiara Wacana.2011). Hal 111-116
[4] M. sastrapratedja, Peran Ilmu perbandingan Agama, dalam Ilmu
Perbandingan Agama di Indonesia (Beberapa permasalahan). (Jakarta: INIS. 1990).
Hal. 57-60
[5] Mukti Ali, Penelitian Agama,
dalam Beberapa Persoalan Agama Dewsa
Ini. (Jakarta: Rajawwali Pers.
1987). Hal. 321-338
https://twitter.com/bahtiar/status/1630371131562795008
BalasHapus