Selasa, 25 April 2017

KORELASI LOGIKA




KORELASI LOGIKA


Ditujukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Logika Yang Dimpu Oleh :
Dian Nur Anna, S.Ag.

Oleh :
Fina Olivia Mustofid (16520001)
Wahyu Dwi Utami (16520020)




PROGRAM STUDI PERBANDINGAN AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2016
 

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Logika adalah Ilmu tentang berfikir secara rasional untuk mencari kebenaran.
Bagian dari filsafat yang objek penyelidikannya adalah Budi atau akal.
Budi adalah salah satu sifat yang diberikan Tuhan YME kepada manusia yang juga disebut sebagai hati nurani atau budi nurani. Budi nurani adalah pencerminan terbatas dari Tuhan YME , maka dalam logika yang namanya Budi itu tidak hanya diselidiki tetapi juga sebagai alat.

B.     Rumusan Masalah
a.       Hubungan logika dengan ilmu bahasa?
b.      Hubungan logika dengan ilmu metafisik?
c.       Hubungan logika dengan psikologi?
d.      Hubungan logika dengan agama?
C.     Tujuan Makalah
a.       Untuk mengetahui hubungan logika dengan ilmu bahasa.
b.      Untuk mengetahui hubungan logika dengan ilmu metafisika.
c.       Untuk mengetahui hubungan logika dengan ilmu psikologi.
d.      Untuk mengetahui hubungan logika dengan agama.














BAB II
PEMBAHASAN
A.    Logika dan psikologi
Hubungan logika dengan Psikologi berfungsi memikirkan segala sesuatu tentang jiwa manusia.
Maka fungsi logika adalah untuk membahas proses yang berfikir dengan kejiwaan manusia. Dalam psikolog membicarakan perkembangan pikiran tentang pengalaman melalui proses subjektif di dalam jiwa. Dengan demikian, psikolog memberikan keterangan mengenai sejarah perkembangan berfikir. Logika sebagai cabang filsafat bertujuan membimbing akal untuk berfikir (bagaimana seharusnya). Untuk dapat berpikir bagaimana seharusnya, kita lebih dahulu harus mengetahui tentang bagaimana manusia berfikir. Disinilah letak antara psikologi dan logika.[1] Hubungan antara logika dan ilmu psikologi ini mempelajari tentang :
a.       Psikologi memberikan keterangan mengenai sejarah perkembangan berpikir.
b.      Psikologi memberikan gambaran bagaimana manusia berpikir.
c.        Sementara logika adalah cabang filsafat yang bertujuan membimbing akal untuk berpikir (bagaimana seharusnya).[2]

B.     Logika dan bahasa
Bahasa adalah sebagai alat komunikasi untuk kita mengungkapkan pikiran kita guna memperoleh pengetahuan yang benar. Sedangkan logika dalam bahasa adalah alat berpikir yang apabila dikuasai dan digunakan dengan tepat, maka akan dapat membantu kita memperoleh kecakapan berpikir, berlogika dengan tepat. Ada pun fungsi bahasa sebagai berikut :
a.       Untuk menyatakan ekpresi diri maksudnya : agar menarik perhatian orang lain terhadap kita, keinginan untuk membebaskan diri kita dan semua tekanan emosi.
b.      Untuk alat komunikasi maksudnya: komunikasi tidak akan diterima bila ekpresi diri kita tidak diterima / difahami orang lain sempurna.
c.       Sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi social maksudnya : bahasa memungkinkan integrasi/pembauran yang sempurna bagi individu dengan masyarakat dan bila ingin hidup tenteram dan harmonis dengan masyarakat harus menyesuaikan diri dengan masyarakat.
d.      Sebagai alat untuk mengadakan kontrol sosial maksudnya : usaha untuk mempengaruhi tingkah laku dan tindak tanduk orang lain yang sifatnya over/terbuka dan covert/tertutup = tidak dapat diobservasi.
Ilmu bahasa menyajian kaidah penyusunan bahasa yang baik dan benar, dan
logika menyajikan tata cara kaidah berfikir secara lurus dan benar. Oleh karna itu, keduanya saling mengisi. Bahasa yang baik dan benar dalam praktik kehidupan sehari-hari hanya dapat tercipta apabila ada kebiasaan atau kemampuan dasar semua orang untuk berfikir logis. Sebaliknya suatu kemampuan berfikir logis tanpa memiliki pengetahuan bahasa yang baik maka ia tidak akan dapat menyampaikan isi pikiran itu pada orang lain. Oleh karna itu logika berhubungan erat dengan bahasa.[3]

C.     Logika dan metafisika
Hubungan logika dengan metafisika adalah logika berfungsi untuk menyelidiki hal-hal ada dan mungkin ada dengan metafisika. Maka logika mempunyai fungsi untuk menyelidiki tentang pengertian kebenaran yang ada dibalik alam semesta. Metafisika adalah cabang filsafat yang mempelajari hakikat realitas. Hakikat realitas dapat dicari dan ditemukan dibalik sesuatu yang tampak atau nyata. Oleh sebab itu, metafisika selalu mencari kebenaran/hakikat realitas dibalik yang tampak dan nyata. Sikap seperti itu adalah kritis, yaitu suatu sikap yang ingin tahu dan membuktikan tentang sesuatu yang sudah atau dianggap benar.
Teori dalam metafisika bahwa kenyataan kebenaran/hakikat realitas adalah bukan yang nampak, tetapi apa yang berada di balik yang tampak.
            Dalil dalil, hukum hukum dalam logika bagi metafisik bukan apa yang telah dirumuskan yang menjadi hakikat kebenaran, tetapi apa yang berada di balik rumusan tersebut. Dengan demikian bagi logika, metafisika merupakan kritik terhadap dalil dan hukum hukumnya. Semakin erat hubungan logika dan metafisika, kebenaran logis makin dipertanggungjawabkan. oleh karna itu, kebenaran logis mendekat pada kebenaran realitas. Semakin mampu berfikir logis, orang tidak mudah tertipu dengan kebenaran yang tampak.[4]
D.    Logika, Agama dan Ilmu Agama
Agama bukan dengan logika, agama mesti dibangun di atas dalil. Dalam meyakini suatu akidah dalam Islam mesti dengan dalil. Dalam menetapkan suatu amalan dan hukum pun dengan dalil. Kalau seandainya agama dengan logika, maka tentu bagian bawah sepatu (khuf) lebih pantas diusap daripada bagian atasnya. Namun ternyata praktek Rasul –shallallahu ‘alaihi wa sallam– yang diusap adalah bagian atasnya. Kalau logika bertentangan dengan dalil, maka dalil tetap harus dimenangkan atau didahulukan.
 Dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
لَوْ كَانَ الدِّينُ بِالرَّأْىِ لَكَانَ أَسْفَلُ الْخُفِّ أَوْلَى بِالْمَسْحِ مِنْ أَعْلاَهُ وَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَمْسَحُ عَلَى ظَاهِرِ خُفَّيْهِ
“Seandainya agama dengan logika, maka tentu bagian bawah khuf (sepatu) lebih pantas untuk diusap daripada atasnya. Sungguh aku pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap bagian atas khufnya (sepatunya).” (HR. Abu Daud no. 162. Ibnu Hajar mengatakan dalam Bulughul Marom bahwa sanad hadits ini hasan. Syaikh Al Albani menshahihkan hadits ini).
Kata Ash Shon’ani rahimahullah, “Tentu saja secara logika yang lebih pantas diusap adalah bagian bawah sepatu daripada atasnya karena bagian bawahlah yang langsung bersentuhan dengan tanah.” Namun kenyataan yang dipraktekkan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah demikian. Lihat Subulus Salam, 1: 239.
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Agama bukanlah dengan logika. Agama bukan didasari pertama kali dengan logika. Bahkan sebenarnya dalil yang mantap dibangun di atas otak yang cemerlang. Jika tidak, maka perlu dipahami bahwa dalil shahih sama sekali tidak bertentangan dengan logika yang smart (cemerlang). Karena dalam Al Qur’an pun disebutkan,
أَفَلَا تَعْقِلُونَ
“Tidakkah kalian mau menggunakan akal kalian.” (QS. Al Baqarah: 44). Yang menyelisihi tuntunan syari’at, itulah yang menyelisihi logika yang sehat. Makanya sampai ‘Ali mengatakan, seandainya agama dibangun di atas logika, maka tentu bagian bawah sepatu lebih pantas diusap. Namun agama tidak dibangun di atas logika-logikaan. Oleh karenanya, siapa saja yang membangun agamanya di atas logika piciknya pasti akan membuat kerusakan daripada mendatangkan kebaikan. Mereka belum tahu bahwa akhirnya hanya kerusakan yang timbul.” (Fathu Dzil Jalali wal Ikram, 1: 370).
Guru kami, Syaikh Sholeh bin Fauzan bin ‘Abdillah Al Fauzan hafizhohullah berkata, “Hadits ‘Ali dapat diambil kesimpulan bahwa agama bukanlah berdasarkan logika. Namun agama itu berdasarkan dalil. Sungguh Allah sangat bijak dalam menetapkan hukum dan tidaklah Dia mensyari’atkan kecuali ada hikmah di dalamnya.” (Tashilul Ilmam, 1: 170).
Syaikh Sholeh bin ‘Abdul ‘Aziz bin Muhammad Alu Syaikh hafizhohullah berkata, “Hendaklah setiap muslim tunduk pada hadits yang diucapkan oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Janganlah sampai seseorang mempertentangkan dalil dengan logika. Jika logika saja yang dipakai, maka tidak bisa jadi dalil. Ijtihad dengan logika adalah hasil kesimpulan dari memahami dalil Al Qur’an dan hadits.”  (Syarh Kitab Ath Thoharoh min Bulughil Marom, hal. 249).[5]
Dalam makalahnya “an introduction to logic” Ir. Husain Heriyanto, M.Hum mencontohkan hubungan logika dengan ilmu agama “logika dapat berperan dalam proses pembentukan hukum ini berkaitan dengan ilmu ushul fiqh. Sebagaimana yang kita ketahui logika adalah alat analisis dalam proses berpikir, lantas pertanyannya adalah apa kegunaan logika dalam ilmu agama? Logika memiliki peran yang penting dalam penarikan kesimpulan yang dilaku oleh para ahli agama dari premis-premis atau kesimpulan yang ada dalam al-qur’an yang merupakan sumber dasar dari ahli agama, contohnya; dalam al-qur’an terdapat keterangan bahwa “khamer dan anggur itu haram”. Kata “kamer dan anggur itu haram” kata ini dalam logika ini namanya kesimpulan, kalau kata “khamer dan anggur itu haram” adalah kesimpulan, lalu premis mayor dan premis minornya kata apa? Ya tetunya kita buat premis mayor dan premis minornya. Karena alasan atau asbab al-nuzul di haramkan khamer dan anggur itu memabukkan, jadi premis mayornya adalah “semua yang memabukkan itu haram” dan premis minornya adalah “khamer dan anggur itu memabukkan”.
Premis Mayor : Semua yang memabukkan Itu Haram.
Premis Minornya : Khamer dan anggur Itu memabukkan.
Kesimpulanya : Khamer dan anggur Itu haram.[6]

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan                                                            
Dalam psikolog membicarakan perkembangan pikiran tentang pengalaman melalui proses subjektif di dalam jiwa. Dengan demikian, psikolog memberikan keterangan mengenai sejarah perkembangan berfikir. Logika sebagai cabang filsafat bertujuan membimbing akal untuk berfikir (bagaimana seharusnya). Untuk dapat berpikir bagaimana seharusnya, kita lebih dahulu harus mengetahui tentang bagaimana manusia berfikir. Disinilah letak antara psikologi dan logika.
logika dalam bahasa adalah alat berpikir yang apabila dikuasai dan digunakan dengan tepat, maka akan dapat membantu kita memperoleh kecakapan berpikir, berlogika dengan tepat.
Metafisika adalah cabang filsafat yang mempelajari hakikat realitas. Hakikat realitas dapat dicari dan ditemukan dibalik sesuatu yang tampak atau nyata. Oleh sebab itu, metafisika selalu mencari kebenaran/hakikat realitas dibalik yang tampak dan nyata. Sikap seperti itu adalah kritis, yaitu suatu sikap yang ingin tahu dan membuktikan tentang sesuatu yang sudah atau dianggap benar. Teori dalam metafisika bahwa kenyataan kebenaran/hakikat realitas adalah bukan yang nampak, tetapi apa yang berada di balik yang tampak.















DAFTAR PUSTAKA

Surajiyo, dkk. 2016. Dasar-Dasar Logika, (Jakarta: PT Bumi Aksara).
Ach Kholili, dkk, “Hubungan Logika dengan Ilmu Lain”, 17 Maret 2017 http://zhebaulil.blogspot.co.id/2014/12/hubungan-logika-dengan-ilmu-ilmu-lain.html

Mubarok,Ali “Hubungan Logika dengan Ilmu-ilmu Lainnya”. 17 Maret 2017 http://canchun.blogspot.co.id/2013/06/hubungan-logika-dengan-ilmu-ilmu-lainnya.html

Tuasikal,M. Abduh “Agama Bukan dengan Logika”. 18 Maret 2017










[1] Surajiyo dkk, dasar dasar logika, (Jakarta, PT Bumi Aksara, 2016) hlm, 16.
[2] Ali Mubarok, “Hubungan Logika dengan Ilmu-ilmu Lainnya”, diakses dari: http://canchun.blogspot.co.id/2013/06/hubungan-logika-dengan-ilmu-ilmu-lainnya.html, pada tanggal 17 Maret 2017 pukul 10.20
[3] Surajiyo dkk, dasar dasar logika..........................hlm 16.
[4] Surajiyo dkk, dasar dasar logika..........................hlm 17.

[5] M. Abduh Tuasikal, “Agama Bukan dengan Logika”, di akses dari https://rumaysho.com/3633-agama-bukan-dengan-logika.html, pada tanggal 18 Maret 2017 pukul 13.52
[6] Ach Kholili, dkk, “Hubungan Logika dengan Ilmu Lain”, diakses dari http://zhebaulil.blogspot.co.id/2014/12/hubungan-logika-dengan-ilmu-ilmu-lain.html,  pada tanggal 17 Maret 2017 pukul 08.22

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LAPORAN PENELITIAN TAKHRIJ HADIST TENTANG “MENCACI-MAKI ORANG-ORANG MUSYRIK”

LAPORAN PENELITIAN TAKHRIJ HADIST TENTANG “MENCACI-MAKI ORANG-ORANG MUSYRIK” ...